Gereja Jemaat Kristus di Indonesia

Analityc

Selasa, 12 Juli 2016

Perumpamaan Tentang Hamba yang Setia dan Hamba yang Jahat


Perumpamaan Tentang Hamba yang Setia dan Hamba yang Jahat
Teks: Matius 24:45-51

Prolog:
Shalom, selamat malam saudara pendengar dimanan pun Anda berada. Berjumpa kembali bersama saya Anton dan kali ini kita akan bersama-sama mendengarkan renungan Firman Tuhan yang diambil dari kitab Injil Matius 24:45-51. Mari kita baca bersama...
Diskusi:
Nats Alkitab kita pada hari ini masih berada dalam 1 tema besar yaitu mengenai eskatologi ajaran teologi tentang akhir zaman). Eskatologi berbicara mengenai hari terakhir dari seluruh perjalanan sejarah. Hari terakhir itulah yang sering disebut sebagai kiamat. Kita hidup dalam momen-momen waktu dan yang patut dipertanyakan adalah bagaimana kita hidup menapaki eskatologi. Banyak orang dibingungkan dengan senantiasa bertanya kapan terjadinya kiamat itu, tetapi Tuhan Yesus tidak bermaksud demikian dengan pemberitaanNya. Dengan mempertanyakan kapan terjadinya, justru akan terjadi kesesatan yang menimbulkan ramalan2 tentang kapan Tuhan datang untuk kedua kali,  karena Alkitab sudah mengatakan bahwa tidak seorangpun yang tahu, malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri yang tahu. Pembahasan dalam Matius 24 ini adalah mengenai esensi eskatologi, apa yang seharusnya kita persiapkan untuk menuju kepada hari terakhir tersebut.
Matius 24:44 merupakan ayat penghubung yang menyatakan bahwa hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga. Hal ini juga diulang kembali pada ayat 50. Yang harus dipersiapkan/ menjadi panggilan adalah siap sedialah/ siap setiap saat. Pergumulan inilah yang diangkat oleh Tuhan Yesus dalam 3 perumpamaan, salah satunya adalah nats Alkitab kita pada hari ini. 
Bagaimana kita harus siap sedia dalam menghadapi akhir zaman? Pertama-tama, point yang penting yang harus kita sadari adalah bahwa akhir zaman itu pasti terjadi, walaupun kita tidak tahu akan waktunya. Dalam perumpamaan pertama (Matius 24:45-51) Tuhan Yesus hendak menunjukkan bahwa hamba yang baik tahu pasti bahwa tuannya pasti akan datang sesuai dengan janjinya, sedangkan hamba yang jahat berpikir sebaliknya bahwa tuannya tidak kunjung datang maka boleh dia anggap tuannya tidak akan datang sehingga dia boleh berbuat apa saja sesuai keinginan hatinya. Kalau kita sangat memperhatikan kepastian eskatologi maka kita akan sangat serius memikirkan bagaimana kalau hal itu terjadi, apa yang harus saya hadapi ketika hal itu terjadi.
Ada 2 unsur yang sedang digandeng oleh Tuhan untuk dibicarakan dalam perumpamaan ini yaitu: 1) eskatologi makro, yaitu: seluruh dunia ini mulai dari hari penciptaan dan berakhir di hari kiamat nanti, disebut juga eskatologi kosmik; 2) eskatologi yang bersifat pribadi, yaitu: hari terakhir (kematian) pribadi demi pribadi. Kalau saat itu terjadi, siap sediakah kita, bukan secara bersama-sama melainkan pribadi demi pribadi? Persiapan apa yang harus kita lakukan?
Pertama-tama kita harus balik kepada status asli sebagai budak/hamba. Yang dibicarakan dalam nats hari ini adalah hubungan antara tuan dan budak/hamba (bahasa asli: dullos). Hamba tidaklah sama dengan pelayan (bahasa Inggris: servant). Pelayan dapat berasal dari budak, tetapi ada juga pelayan yang dibayar. Seorang pelayan berstatus orang bebas, mempunyai hak untuk pindah majikan dan minta bayaran. Seorang budak tidaklah mempunyai hak sama sekali dan tidak dibayar, ia harus tunduk kepada majikannya.
Alkitab menggambarkan mengenai perbudakan baik itu di PL dan PB. Hubungan manusia dengan Tuhan adalah sebagai budak/hamba dengan tuannya. Kita sudah lunas dibayar didepan dengan darah Yesus Kristus, maka adalah hak Tuhan sepenuhnya kalau Dia mau memperlakukan kita apapun. Konsep ini sangat tidak disukai dunia berdosa yang justru menekankan manusia pada haknya, pada kekuatannya, maka jiwa budak pun menjadi hilang dalam kehidupan pelayanan, dalam relasi dengan Tuhan, bahkan manusia berusaha mengatur Tuhan menurut kemauan dirinya.
Konsep perbudakan banyak dilawan karena banyak tuan yang jahat, yang memanipulasi habis budaknya; adanya budak-budak yang melawan tuannya, yang tidak mau taat kepada tuannya. 2 kondisi inilah yang merusak gambaran dari relasi antara tuan dan budaknya. Kalau relasi keduanya berjalan dengan baik maka akan berjalan dengan indah. Budak haruslah rela menyangkal keinginan diri. Tuhan berkata: barangsiapa hendak mengikut Aku, hendaklah ia menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Aku.
Menyangkal diri berarti kita belajar berkata “tidak“ kepada apa yang kita mau, belajar menyangkali ambisi diri, supaya kita bisa berkata “ya“ kepada apa yang Tuhan mau. Orang Kristen sejati akan tahu bahwa hidupnya bukannya untuk dia lagi tetapi untuk Dia yang ada dalamnya. Paulus berkata: aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun asalkan aku dapat mencapai garis akhir, menyelesaikan pelayanan yang ditentukan oleh Tuhan Yesus kepadaku yaitu untuk memberitakan Injil kasih karunia.
Setelah menyangkal diri, Tuhan ingin kita berani menanggung beban yang Tuhan taruh di pundak kita/ memikul salib. Orang yang tidak mau menjalankan kehendak Tuhan, dia tidak akan dapat menjadi hamba yang menjalankan perintah tuannya, juga tidak bisa menjadi orang Kristen yang adalah pengikut Kristus. Istilah “beban“ pada hari ini banyak dirusak oleh orang yaitu menjadi berarti: apa yang kita suka. “Beban“ seharusnya berarti: apa yang tidak kita sukai tetapi yang Tuhan tugaskan. Kalau kita menjalankan kemauan kita dan menemui banyak kesulitan, itu bukanlah beban melainkan resiko. Ketika Tuhan mempercayai kita dengan kepercayaan yang semakin besar maka akan semakin banyak tugas yang ditaruh di pundak kita. Relakah kita mengerjakannya? Kalau kita siap mengerjakan beban kita maka kita akan menjadi hamba yang siap dipekerjakan oleh Tuhan kita.
Kita juga harus belajar mengikut Tuhan Yesus senantiasa karena hanya Dia yang paling sah untuk menjadi Tuan kita. Kalau kita mendalami hidup hamba dan tuan dengan tepat maka kita akan hidup dengan jauh lebih nyaman. Ketika manusia hanya memikirkan dirinya dan tidak pernah memikirkan Tuhan, dia merasa dirinya hebat tetapi kemudian dia akan rusak.
3 karakter yang akan mempersiapkan kita untuk hidup siap sedia menyambut eskatos yaitu:
1) setia
Di tengah dunia saat ini, loyalitas merupakan sesuatu yang perlu dipertanyakan yaitu: aspek yang diloyali/ kepada siapa kita setia : kalau kita setia kepada pihak yang salah (dosa) maka kita akan habis; kesetiaan harus dikaitkan dengan kebenaran. Kalau kita setia kepada Tuhan berarti kita telah menemukan pelabuhan yang tepat. Orang yang belum kembali kepada Tuhan, hidupnya akan bergelombang, semakin kacau. Kalau orang tidak mau memperhambakan diri kepada Kebenaran maka dia menjadi budak ketidakbenaran. Orang tidak bisa tidak menjadi budak karena secara logis ketika manusia bertemu dengan kebenaran dia akan langsung menjadi hamba kebenaran/ berada di bawah kebenaran/ tunduk kepada kebenaran. Kalau kita bisa tunduk kepada Kebenaran maka kita akan dapat mencintai Tuhan dengan segenap hati. Pada hari ini penekanan secara ekstrim adalah pada Tuhan mencintai manusia tetapi tidak disertai tuntutan agar manusia mencintai Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan.
2)     Bijaksana/berhikmat
Yang seringkali dikatakan manusia sebagai bijaksana adalah bijaksini karena dia tidak mau mengikuti yang dari sana. Hikmat sejati muncul ketika seseorang terus menggumulkan hubungannya di hadapan Tuhan, bagaimana dia mencintai Tuhan, memikirkan yang terbaik untuk Tuhan, seluruh hidupnya diserahkan untuk memikirkan yang terbaik bagi Tuannya. Hikmat sejati adalah kemampuan akal budi untuk memikirkan setiap aspek lalu mengambil keputusan tepat sebagaimana yang Tuhan inginkan. Seberapa jauh hidup kita cocoak dengan Kebenaran, cocok dengan sifat-sifat Illahi yang adil, suci, benar, mutlak, agung, sesuai dengan kehendak Tuhan, yang menjalankan rencana Kerajaan Surga, dan tidak mengikuti dunia? Orang yang bijaksana adalah orang yang keputusannya selalu cocok dengan yang Tuhan mau. Dunia ini  tidak membutuhkan orang pandai tetapi orang yang bijaksana. Sebagian besar pembuat kejahatan di dunia ini adalah orang pandai.
Gereja bertambah jumlah jemaatnya tidaklah menjamin adanya peningkatan jumlah orang yang beriman beres. Gereja seharusnya bukanlah tempat untuk bermanipulasi melainkan tempat dimana orang mau menjadi budak Tuhan, menjalankan kehendak Tuhan.
Bagaimana cara menjadi bijaksana? Kalau kita mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, mintalah bijaksana kepada Tuhan, maka Tuhan pasti akan memberikannya kepada kita. Langkah kedua adalah selalu bertanya kepada Tuhan sebelum mengambil keputusan/ langkah, apakah hal itu menyenangkan hati Tuhan atau tidak, hasil akhirnya untuk kemuliaan Tuhan atau kemuliaan diri. Problemnya adalah: seringkali kita tahu kalau hal tersebut tidak menyenangkan hati Tuhan tetapi kita terus melangkah. Orang bijaksana adalah orang yang terus berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan dengan ketaatan. Kalau hal itu terus kita kerjakan maka jalur yang memimpin kita kepada Kebenaran akan semakin kuat sehingga kita tidak lagi mudah ditipu oleh dunia. Orang akan mengalami ketakutan luar biasa salah satu penyebabnya adalah ketika dia banyak melakukan kesalahan. Hidup yang paling indah adalah ketika kita hidup takut akan Tuhan. Ketika hidup takut akan Tuhan, maka kita akan sangat peduli untuk tidak menyakiti hati Tuhan, tidak melakukan hal yang tidak memperkenan hati Tuhan, mau setia kepada apa yang Tuhan inginkan. Makin kita setia kepada Firman, makin kita tidak takut kepada siapapun.
3)     bertanggung jawab
Orang yang hidup dalam Tuhan mengerjakan sesuatu bukan karena ada urusan dunia tetapi dia mengerjakan sesuatu karena dia tahu bahwa Sang Tuan akan datang dan akan menuntut pertanggung jawaban. Paulus bahkan berkata: hai budak-budak, janganlah kamu bekerja keras karena tuanmu tetapi kerjakanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Di dunia ini banyak pekerjaan yang dilakukan sepertinya dengan bertanggung jawab tetapi dengan motivasi yang tidak benar atau untuk menutupi dosa yang besar. Semuanya yang Tuhan percayakan kepada kita, sudah kita pertanggung jawabkan kemana, kepada Tuhankah, ataukah untuk kepentingan diri kita sendiri?
Maka kita janganlah mengerjakan apa yang kita suka melainkan apa yang Tuhan suka. Kalau kita bisa mengubah konsep pikir kita menjadi seperti diatas maka seluruh hidup kita menjadi bertanggung jawab.
Kalau kita kembali menjadi budak/hamba Tuhan, hidup setia, bijaksana dan bertanggung jawab maka kita akan selalu siap sedia menghadapi kiamat.

Renungkanlah:
  1. Sebagai orang percaya, sudahkah Anda melatih dan menjalankan karakter seorang hamba/budak Kristus yang benar (Mat 24 : 45-51)? Komitmen apa yang Anda mau lakukan/perbaharui di bulan ini? Berdoa dan lakukan komitmen Anda tersebut.
  2. Apa yang Anda mau lakukan bagi sesama di tempat/lingkungan Anda bekerja di minggu ini sebagai bagian komitmen Anda dalam menjadi seorang hamba/budak Kristus yang benar. Berdoa dan lakukan komitmen Anda tersebut.



 Epilog:
Demikianlah khotbah mengenai perumpamaan Tuhan Yesus tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat. Semoga pelajaran dari khotbah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Selamat malam dan Tuhan memberkati




0 komentar:

Posting Komentar