Sikap Negatif Menghadapi Konflik dalam Hubungan Suami Isteri
Oleh Timbul MT Sirait
Kalimat yang sering diucapkan saat pengukuan pernikanan” Saya, (PRIA), Menerima engkau (WANITA) untuk menjadi istriku yang syah, Saya akan memelihara engkau mulai hari ini sampai selama-lamanya,Baik dalam keadaan suka dan duka, Keadaan kaya dan miskin, Dalam keadaan sakit dan sehat, Saya akan mengasihi dan mengindahkan engkau,Sampai maut menceraikan kita,Ini adalah janji saya kepadamu”. Bagi yang melanggar ikrar ini perlu merenungkan kembali, apakah ini saya ucapkan sebagai syarat pernikahan saja atau memang dari dalam hati?
Konflik berarti percekcokan, perselisihan, pertentangan. Bisa disebut sesuatu yang menciptakan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia. Konflik itu sendiri adalah bagian dari perkawinan (rumah tangga). Konflik akan terjadi dalam setiap rumah tangga tidak terkecuali rumah tangga Kristen. Sebab itu penting untuk di ingat setiap keluarga yaitu bahwa terjadinya konflik itu adalah sebuah realitas yang harus diatasi dan bukan untuk disembunyikan atau diabaikan. Dalam keluarga konflik adalah tugas yang harus dihadapi suami, istri serta anak-anak dengan akal sehat. Walau harus diakui bahwa tidak semua pihak mampu menghadapi konflik rumah tangga dengan cara yang positif.
Ada beberapa sikap yang negatif yang dilakukan beberapa orang dalam menghadapi konflik dalam keluarga yang tidak perlu untuk dicontoh oleh suami isteri Kristen.
Yang pertama, berusaha menghindari konflik tersebut dengan saling berdiam diri.
Kedua belah pihak berdiam diri dan tidak ada komunikasi tentang konflik yang sedang terjadi. Komunikasi yang merupakan tiang penopang keutuhan keluarga juga merupakan bagian terpenting dalam menyelesaikan masalah. Kebiasaan buruk yaitu dengan saling berdiam diri seperti ini sedikit demi sedikit akan menciptakan suatu karekter yang lemah yaitu menjadi pendendam. Orang yang selalu berdiam diri dalam setiap menghadapi masalah akan akan sulit untuk keluar dari masalah dengan kata lain masalah itu akan menumpuk dalam pemikiran sampai suatu saat nanti bila sudah tidak kuat lagi maka akan meledak dan bisa mencipatakan keretakan yang besar dalam rumah tangga. Paulus berkata dalam Efesus 4:26 “ Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa, jangan kamu simpan kemarahanmu sehingga matahari masuk”. Kita harus sadar bahwa kita akan selalu berhadapan dengan masalah setiap hari. Sekecil apapun dia hal itu akan menjadi masalah besar bila kita tidak berusaha untuk mengatasinya. Keberadaan kita sebagai seorang pribadi yang berbeda dengan pribadi yang lain adalah prospek bagi permasalahan. Namun segala perbedaan itu justru akan menjadi bukti dari kekuatan kita sebagai seorang pribadi jika komunikasi kita tetap berjalan khususnya dalam menghadapi konflik.
Kedua, kelemahan banyak orang juga adalah memanipulasi diri sendiri dan juga pasangannya dengan berkata bahwa “semua ini adalah kesalahan saya”.
Kita harus jujur pada diri sendiri saat kita berhadapan dengan konflik.Dengan melakukan hal seperti ini bukan berarti masalah akan teratasi tetapi justru akan menimbun bara kemarahan di dalam hati yang nantinya akan menyiksa kita lahir batin.Kita harus berani dalam menyatakan kesalahan pasangan kita karena keutuhan adalah kekuatan kita bersama. Dengan mengungkapkan siapa yang bersalah bukan berarti menyalahkan atau membenci. Itu harus di ingat. Jika segala sesuatunya kita lakukan dengan dasar kasih dan kelemah-lembutan maka hal itu akan mengembalikan kembali keharmonisan kita seutuhnya.
Ketiga, begitu masalah datang yang diserang bukanlah masalah tersebut tetapi orang yang bermasalah dengan kita.
Walau sulit tetapi kita harus menyerang masalah dan bukan menyerang orang yang memiliki masalah dengan kita. Sikap yang destruktif dalam menghadapi konflik adalah bila kita selalu berusaha untuk menyerang orang yang bermasalah dengan kita karena kita ingin memuaskan emosional kita. Cara ini sangat kekanak-kanakan. Setiap orang bisa berada dalam emotional uncontrol (emosi yang tidak terkontrol) bila sedang berhadapan dengan masalah sebab itu sikap egois harus dihindari. Jangan biasakan menyalahkan latar belakang pasangan jikalau suatu saat dia menciptakan konflik dalam rumah tangga. Jangan juga menghubungkan permasalahan yang kita hadapi dengan keluarga pasangan kita. “Kamu sama saja dengan ibumu, keras kepala” dll.
Sadarilah bahwa saudara bisa saja salah. Paulus berkata barang siapa yang memegahkan dirinya itu biarlah ia bermegah didalam Tuhan, 1 Korintus 10:17.
Kelemahan banyak orang adalah tidak mau disalahkan atas terjadinya sebuah konflik. Hal ini terjadi karena tendensi ego manusia yang selalu ingin membenarkan diri. Namun bila kita bertahan dalam sikap seperti ini kita akan menjadi objek masalah yang tidak akan pernah terpecahkan,
Masalah itu adalah bagian dari liku-liku kita dalam berkeluarga di atas bumi ini. Hal itulah yang perlu kita sadari. Hal itu akan datang cepat atau lambat, kecil atau besar tetapi ada satu kunci yang perlu kita pegang dan ingat yaitu kita harus menyelesaikannya dengan kepala dingin dan mencari jawaban dari Alkitab sebagai solusinya.
Kisah kasih pasangan yang sudah menjalani pernikahan selama 20 tahun.
Komunikasi yang macet.......
(Episode masa berpacaran)
Tampan : Cantik, Aku sangat mencintaimu, tidak bisa aku bayangkan betapa menyedihkannya hidupku kalau sampai kita tidak jadi menikah.
(Episode tahun-tahun pertama pernikahan)
Tampan : Cantik, Aku mencintaimu,tetapi pekerjaan, anak-anak sungguh membuatku pusing.
(Episode usia pernikahan yang semakin tua)
Tampan : .....................................................................
(akhirnya Cantik pun bicara.....)
Cantik : Tampan, mengapa kamu tidak romantis lagi, apakah kamu sudah tidak mencintai aku lagi?
Tampan : Tidak Cantik, bukan begitu, kalau aku sudah tidak mencintaimu lagi pasti akan ku katakan
http://akademialkitabsumaterabagianselatan.blogspot.com/p/jurnal-sabda-hidup.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar